Kematianrata-rata berkisar sekitar 470 per hari dan pada Jumat jumlah korban kumulatif mencapai 80.250. Tekanan pada ICU di ibu kota "mengkhawatirkan," kata pemerintah Kamis malam, menambahkan pasien akan dipindahkan melalui angkutan udara ke kota-kota lain. Hunian ICU untuk pasien COVID-19 di Bogota mencapai 94%, menurut otoritas setempat.
TRIBUNPEKANBARUCOM, DUMAI- Ruang ICU dan isolasi biasa bagi pasien Covid-19 di RSUD Dumai telah penuh.Bahkan dalam satu kamar seharusnya satu orang sudah diisi dua orang. Angka kematian terus bertambah. Covid-19 di kota Dumai, telah mengkhawatirkan, disamping masih terus mengalami peningkatan jumlah pasien positif Covid-19, angka Kematian trus bertambah setiap harinya.
Cikarang Bekasi (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat mencatat ruang Intensive Care Unit (ICU) di rumah sakit rujukan pasien COVID-19 saat ini tersisa 25 kamar. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Sri Enny Mainiarti mengatakan dari total 78 ruang ICU yang tersebar di 49 rumah sakit rujukan pasien COVID-19, 53 di antaranya telah terisi.
Penelitianini dilatar belakang tingginya kematian pasien yang dirawat di ICU RSAU dr. M Salamun Ciumbuleuit Bandung, data kematian pada tahun 2018 sebanyak 96 pasien dan pada 3 bulan terakhir sebanyak 30 pasien.
beradadi Intensive Care Unit adalah pasien yang mengalami penyakit yang serius, sehingga perlu perawatan secara intensif. Kondisi tersebut dapat mempengaruhi kondisi psikis, sosial, dan spiritualitas klien. Pasien yang berada di ruang ICU umumnya merasa ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, dan kematian.
Olehkarena itu, warga yang alami gejala COVID-19 dengan kondisi berat maka bisa minta penanganan di ruang ICU. Baca juga: Dinkes Tangerang telusuri tenaga kesehatan yang belum ikut vaksinasi Ditegaskan jika penambahan angka kematian pasien COVID-19 di Kota Tangerang disebabkan karena warga datang ke ruang perawatan dalam kondisi sudah
. Lifestyle Anak Dilarikan ke ICU Rumah Sakit, Asri Welas Minta Doa15 Juni 2023 - 0935 WIB Metro 43 Hari di Ruang ICU, Jonathan Latumahina Jelaskan Kondisi Putranya D Jalani 2 Terapi03 April 2023 - 1634 WIB Lifestyle Zaskia Adya Mecca Terbayang Momen Kaba sang Anak Masuk ICU Itu Titik Terseram26 Februari 2023 - 1205 WIB Metro Keluarga Sebut 5 Hari di ICU David Korban Penganiayaan Anak Pejabat Pajak Belum Sadar24 Februari 2023 - 1426 WIB Lifestyle Lihat Indra Bekti Sudah Bisa Berjalan, Indy Barends Loncat Kegirangan15 Januari 2023 - 1230 WIB Lifestyle Indra Bekti Sudah Keluar ICU, Pindah ke Kamar Rawat Inap11 Januari 2023 - 1712 WIB Lifestyle Reza Gunawan Sempat Masuk ICU 19 Hari sebelum Meninggal Dunia07 September 2022 - 1732 WIB Metro Wagub DKI BOR Isolasi RS Covid-19 Meningkat 20% dan ICU 15%28 Juli 2022 - 1710 WIB Lifestyle Artis Senior Rima Melati Dirawat di ICU, Begini Kondisinya31 Mei 2022 - 1851 WIB Video Cegah Hepatitis Akut, RSI Banjarnegara Siapkan Ruang ICU dan Kamar Isolasi12 Mei 2022 - 0800 WIB Lifestyle Kesaksian Nia Zulkarnaen sebelum Mieke Wijaya Meninggal, Tolak Masuk ICU04 Mei 2022 - 1529 WIB Metro Tempat Tidur Pasien Covid-19 di Jakarta Saat Ini 11% dan ICU 18%06 April 2022 - 1122 WIB Metro Dinkes Sebut BOR Pasien Covid-19 di Jakarta Turun Jadi 29% dan ICU 40%09 Maret 2022 - 0927 WIB Metro Keterisian Tempat Tidur Pasien Covid-19 37% dan ICU 46%, Wagub DKI Kasus Omicron Maret 2022 - 2014 WIB Metro Omicron di Jakarta Capai Kasus, BOR Rumah Sakit 56%30 Januari 2022 - 1407 WIB Metro Omicron Melonjak, BOR Rumah Sakit di Jakarta Tembus 19% dan ICU 5%16 Januari 2022 - 1913 WIB Metro PPKM Jakarta Naik Level 2, Begini Keterisian ICU dan BOR Rumah Sakit30 November 2021 - 1654 WIB Nasional Tren Positif, Keterisian Ruang Isolasi dan ICU Tak Ada yang di Atas 60%13 Oktober 2021 - 1844 WIB Metro Covid di Jakarta Terkendali, Wagub DKI Keterisian Tempat Tidur 7% dan ICU 19%08 Oktober 2021 - 2207 WIB Lifestyle Sakit, Dorce Gamalama Dirawat di ICU dan Hilang Kesadaran08 Oktober 2021 - 1543 WIB Lifestyle Enno Lerian Hancur Hatinya, sang Anak Sakit sampai Masuk ICU03 Oktober 2021 - 1430 WIB Metro Keterisian ICU dan Angka Kematian COVID-19 di Jakarta Turun15 Agustus 2021 - 1629 WIB Nasional Kasus Covid-19 di Luar Jawa Meningkat, Jokowi Wanti-Wanti Ketersediaan Ruang ICU06 Agustus 2021 - 1552 WIB Metro Antisipasi Lonjakan Pasien, RSUP Fatmawati Tambah Kapasitas Tempat Tidur06 Agustus 2021 - 1304 WIB
Bekerja di ruang intensif dapat menjadi trauma bagi tenaga keperawatan. Perawat ruang intensif berulangkali dihadapkan dengan keadaan kritis dan kematian pasien. Seringkali juga terlibat dalam merawat pasien dengan keadaan terminal, yang dimana kemungkinan pasien meninggal. Berbagai upaya perawat menghadapi permasalahan yang komplek di ruang intensif. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini bertujuan memperoleh informasi yang mendalam tentang pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan kondisi pasien krirtis di ruang intensif. Studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi digunakan dalam studi ini. Partisipan akan dipilih sesuai dengan kreteria penelitian, wawancara mendalam setelah mendapat persetujuan dari partisipan. Wawancara formal tidak berstruktur akan dilakukan sebanyak dua kali dan selanjutnya dilakukan analisa dengan teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 PROPOSAL RISET STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRITIS DI RUANG INTENSIF Setiyo Adi Nugroho Universitas Nurul Jadid, setiyo Ringkasan Bekerja di ruang intensif dapat menjadi trauma bagi tenaga keperawatan. Perawat ruang intensif berulangkali dihadapkan dengan keadaan kritis dan kematian pasien. Seringkali juga terlibat dalam merawat pasien dengan keadaan terminal, yang dimana kemungkinan pasien meninggal. Berbagai upaya perawat menghadapi permasalahan yang komplek di ruang intensif. Penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi ini bertujuan memperoleh informasi yang mendalam tentang pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dengan kondisi pasien krirtis di ruang intensif. Studi kualitatif dengan pendekatan fenomenologi digunakan dalam studi ini. Partisipan akan dipilih sesuai dengan kreteria penelitian, wawancara mendalam setelah mendapat persetujuan dari partisipan. Wawancara formal tidak berstruktur akan dilakukan sebanyak dua kali dan selanjutnya dilakukan analisa dengan teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing. Kata kunci Perawat, Kritis, Ruang Intensif 2 Bab 1 Pendahuluan 1. Latar Belakang Akhir dari kehidupan adalah kematian, tidak akan bisa dihindari kematian bagi setiap manusia. Di Amerika Serikat, sekitar 2,5 juta orang meninggal setiap tahunnya, lebih dari 60% dari kematian ini terjadi di rumah sakit, dan setengah dari kematian tersebut terjadi di perawatan ICU Espinosa, Young, Symes, Haile, & Walsh, 2010. Sehingga, di Amerika Serikat menjadi perhatian yang paling utama dalam memberikan perawatan yang tepat bagi pasien kritis di rumah sakit Kirchhoff et al., 2000. Angka kematian diruang Intensif berkisar dari 15 sampai 30%, tergantung kasus yang terjadi. Selain itu, sekitar 20% pasien meninggal setelah keluar dari ruang ICU Whiteley, Bodenham, & Bellamy, 2010. Kematian yang terjadi diruang ICU bukanlah hal yang mudah, beberapa studi yang dikutip dari penelitian Beckstrand & Kirchhoff, 2005; Elpern, Covert, & Kleinpell, 2005 melaporkan merawat pasien yang kritis dan pasien yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya serta keluarga pasien menjadi factor stress bagi perawat dalam melakukan perawatan. Sementara itu, pemberi layanan kesehatan lainnya hanya berkunjung sesaat dan kemudian meninggalkan pasien. Permasalahan kematian di ruang intensif begitu komplek. Salah satu diantaranya dikarenakan sterilisasi lingkungan, sehingga kematian di ruang Intensif menjadi kematian yang tidak berperasaan Smith, 2000. Sementara menurut Dawson 2008 menyatakan bahwa tim perawatan kritis kurang siap dalam memberikan perawatan paliatif walaupun banyak pasien terminal yang memiliki gejala akut Sibbald, Downar, & Hawryluck, 2007. Dinyatakan oleh Faber-Langendoen dan Lanken 2000 Kurangnya perhatian perawatan paliatif care diruang intensif disebabkan Fokus perawatan di ruang intensif banyak digunakan dalam hal penyelamatan pasien cure seperti melakukan tindakan pemasangan ventilator dan resusitasi Stevens, Jackson, & Milligan, 2009. 3 Perawatan ruang Intensif sering kali memberikan pengobatan yang sia-sia, dimana hanya sedikit harapan pasien dapat sembuh Sibbald et al., 2007, Hadders 2007 menyatakan pengobatan yang sia-sia tersebut menyebabkan pasien meninggal dengan cara tidak bermartabat. Hal lainya juga, seringkali perawatan intensif melanggar integritas pasien dalam pengambilan keputusan medis Stevens et al., 2009. Bukan hanya kepada pasien melainkan juga kepada keluarga pasien Heyland, Rocker, O’Callaghan, Dodek, & Cook, 2003; Kirchhoff et al., 2002. Meninggal secara damai dan bermartabat merupakan tujuan utama dalam perawatan paliatif, untuk itu pentingnya asuhan keperawatan paliatif care di ruang intensif. Dalam melakukan perawatan paliatif di ruang Intensif, perawat sering mengalami konfik keyakinan sebagai penyedia layanan keperawatan mandiri dan advocad bagi pasien, dibandingkan peran perawat sebagai asisten yang hanya melaksanakan tindakan berdasarkan perintah dokter, pengalaman ini sering dialami dan dirasakan oleh perawat Calvin, Lindy, & Clingon, 2009. Berdasarkan sebuah studi Beckstrand & Kirchhoff, 2005; Elpern et al., 2005 Diantara petugas kesehatan yang lainnya, hanya perawat disamping pasien selama 24 jam, akan tetapi perawat merasakan distress moral dalam melakukan merawat pasien kritis. Tekanan moral perawat yang bekerja di unit perawatan intensif dianggap sebagai hal yang unik dan tidak proporsional dengan apa yang dialami perawat Elpern et al., 2005. Sejumlah penelitian telah melaporkan pengalaman-pengalaman perawat dalam memberikan asuhan perawatan paliatif di ruang intensif dari Negara Amerika dan Afrika selatan Calvin et al., 2009; Espinosa et al., 2010; Kirchhoff et al., 2000; Naidoo & MN, 2014. Sementara itu, di Indonesia masih sangat sedikit informasi tentang pengalaman perawat intensif dalam memberikan perawatan palitiatif diruang intensif. Sementara banyak penelitian keperawatan kepada pasien palliatif di lain ruang instensif, dengan berbagai permasalahan yang komplek diruang intensif tentunya berbeda dengan yang lain. 4 2. Rumusan Masalah Meneliti pengalaman perawat di ruang intensif dalam memberikan pelayanan perawatan paliatif pada pasien kritis sangatlah penting. Hal tersebut dikarenakan, bekerja di ruang intensif dapat menjadi trauma bagi tenaga keperawatan. Perawat ruang intensif berulangkali dihadapkan dengan keadaan kritis dan kematian pasien. Seringkali juga terlibat dalam merawat pasien dengan keadaan terminal, yang dimana kemungkinan pasien meninggal. Perawat ruang intensif seringkali mengalami stress dengan merawat pasien dengan keadaan kritis. Menurut Alspach 2006 ruang lingkup praktek keperawatan di ruang intensif diartikan adanya interaksi yang dinamis antara pasien dengan perawat, hal tersebut menyebabkan timbulnya emosi yang kuat seperti kemarahan, frustasi, ataupun tidak suka pada perawat Naidoo & MN, 2014. Kematian dan keadaan kritis pasien menyebabkan gangguan psikologis yang kompleks bagi perawat. seringnya berurusan dengan isu-isu mengerikan dan menyedihkan seperti kematian pasien dan keadaan yang kritis pasien merupakan tantangan tersendiri. Dan juga perawat sering dihadapkan dengan perasaan belum optimalnya tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan. Selain itu, belum banyaknya penelitian yang dilakukan di Indonesia tentang pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami keadaan kritis di ruang intensif. Padahal sejumlah penelitian di Amerika dan Afrika Selatan menjadi perhatian penelitian. Akan tetapi lain daerah lain permasalahan, dikarenakan berlainan lingkungan social dan budaya. Oleh karena itu, masalah penelitian ini dirumuskan dengan dua pertanyaan, yaitu 1 Apa pengalaman perawat dalam menghadapi kematian dan keadaan kritis pasien di ruang intensif ?. 2 Bagaimana tindakan tan perawat dalam menghadapi berbagai tantangan dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang intensif? 3. Tujuan 1. Mendiskripsikan dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman serta apa yang terjadi pada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dalam keadaan kritis di ruang intensif. 5 2. Mengungkapkan arti dari pengalaman perawat tersebut dalam menjalani selama memberikan asuhan keperawatan. 3. Memahami kebutuhan perawat di ruang intensif dan bagaimana perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan ada pasien dalam keadaan kritis. 4. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat dalam memberikan wawasan, informasi dan pemahaman perawat khususnya perawat yang bertugas diruang intensif dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dalam keadaan kritis atau iruang intensif. Pada gilirannya studi ini memberikan pemahaman yang lebih luas dan dalam bagi perawat kritis maupun medical bedah tentang apa yang terjadi sebenarnya pada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan diruang intensif dan bagaimana persepsi perawat tentang pemberian asuhan keperawatan pasien dengan keadaan kritis atau menghadapi kematian diruang intensif. 6 Bab 2 Tinjauan Literatur Kematian dan pasien sekarat di ruang ICU merupakan fenomena yang universal. Kematian dan sekarat adalah proses yang tak terelakkan dalam lingkungan ICU. Pasien dirawat di ICU bisa mati dari berbagai diagnosa atau komplikasi tersebut. Kematian di ICU kadang-kadang dapat tak terduga, ketika pasien meninggal mendadak setelah trauma, setelah sakit yang berlangsung lama, penarikan dukungan hidup atau sebagai akibat dari kematian otak Naidoo & MN, 2014. Penelitian yang dilakukan oleh Kirchhoff dan Beckstrand 2005 mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien intensif, bergantung pada tenaga profesinal baik medis maupun paramedis untuk menjadi sumber kenyamanan dan informasi selama masa end of life. Penulis juga menyampaikan bahwa, tenaga medis maupun perawat merupakan komponen penting dalam perawatan end of life di ruang ICU Beckstrand & Kirchhoff, 2005. Kegiatan keperawatan di ICU menciptakan lingkungan yang penuh kasih, mendukung dan terapi untuk pasien, dengan tujuan utama adalah mempromosikan kenyamanan dan penyembuhan dan mencegah penderitaan yang tidak perlu.. Sehingga perawat berperan penting dalam pengambilan keputusan etis di ruang Instensif seperti meninggal dengan bermartabat, penghentian alat bantu hidup, dan masalah kualitas hidup pasien Naidoo & MN, 2014. Kematian di ruang Intensif dikenal sebagai kematian yang tidak berperasaan dikarenakan sterilisasi lingkungan Smith, 2000. Permasalahan lainnya yaitu perawatan ruang Intensif sering kali memberikan pengobatan yang sia-sia, dimana hanya sedikit harapan pasien dapat sembuh Sibbald et al., 2007, Hadders 2007 menyatakan pengobatan yang sia-sia tersebut menyebabkan pasien meninggal dengan cara tidak bermartabat. Hal lainya juga, seringkali perawatan intensif melanggar integritas pasien dalam pengambilan keputusan medis Stevens et al., 2009. Ada juga bukti dukungan yang buruk bagi keluarga pasien yang meninggal di ICU Kirchhoff et al., 2002 dan seringkali mereka tidak sepenuhnya terlibat dalam pengambilan keputusan pengobatan. Bahkan penelitian yang dilakukan Lind, Lorem, Nortvedt, & Hevroy, 2012 tanggapan 7 keluarga pasien penunggu merasa kesepian dan ketidakpastian dikarenakan perawat jarang komunikasi seperti kabur dari pertanyaan keluarga pasien. Sebuah studi yang dilakukan oleh Dracup dan Bryan-Brown 2005 2 pada kematian dan sekarat di ICU mengungkapkan bahwa masalah end of life di ICU di antara masalah yang paling serius yang dihadapi Nursing dan profesi medis. Sementara banyak perhatian terfokus pada perawatan kritis peran perawat untuk membantu orang lain pada akhir-of-life atau proses kematian, sedikit perhatian diberikan untuk perawatan perawat kritis psikologis, budaya, dan spiritual kesejahteraan ketika berhadapan dengan masalah kematian dan sekarat atau end-of-life Naidoo & MN, 2014. Dalam melakukan perawatan paliatif di ruang Intensif, perawat sering mengalami konfik keyakinan sebagai penyedia layanan keperawatan mandiri dan advocad bagi pasien, dibandingkan peran perawat sebagai asisten yang hanya melaksanakan tindakan berdasarkan perintah dokter, pengalaman ini sering dialami dan dirasakan oleh perawat Calvin et al., 2009. Senada penelitian yang dilakukan Espinosa et al., 2010 menyampaikan perawat mengalami hambatan dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang intensive diantaranya kurangnya keterlibatan dalam rencana perawatan, potensial konflik antara model medis dan nursing, perselisihan dokter dengan tim kesehatan lainnya, masalalah pengobatan yang sia-sia pada pasien, harapan yang tidak realistic dari keluarga pasien, dan kurangnya pengalaman dan pendidikan. Asuhan Keperawatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan pengalaman untuk menghadapi kematian dengan damai peaceful end of life. Perawat melakukan pengkajian dan menginterpretasikan isyarat yang mereflesikan pengalaman seseorang dalam menghadapi kematian dan mengintervensi dengan tepat untuk memperoleh atau mempertahankan pengalaman yang damai. Bahkan sekalipun pasien yang akan menghadapi kematian dengan keadaan tidak dapat komunikasi verbal. Menurut salah satu ahli teori keperawatan Shirley M. Moore, teori Peaceful End Of Life, menyatakan bahwa perawat integral akhir dari ketenangan hidup meliputi, kebebasan dari sakit, dukungan emosional, kedekatan dan keikutsertaan pada kenyataan lain yang berpengaruh, dan perlakuan dengan empati dan hormat Alligood, 2014. 8 Perawat perlu memainkan peran dalam memberikan perawatan pada pasien sekarat maupun menjelang kematian di ruang intensif. hal ini dikemukakan Adams, Bailey, Anderson, & Docherty, 2011 ada tiga peranan penting dalam perawatan end of life diruang intensif yaitu perantara informasi, supporter, dan tetapi sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya yang dipaparkan diatas banyak hal fenomena hambatan perawat dalam memainkan peranannya dalam memberikan asuhan keperawatanya. Banyak penelitian yang dilakukan diluar negeri baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Di Indonesia belum ditemukan perenelitian terkait. Penting dilakukan penelitian pengalaman di Indonesia terkait dengan pengalaman perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien dengan menghadapi kematian diruang Intensif. 9 Bab 3 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pengalaman hidup yang dilihat dari sudut pandang orang yang diteliti Creswell, 2014. Dalam studi ini yang dipelajari pengalaman perawat intensif dalam memberikan asuhan keperawatan pasien keadaan kritis dan menghadapi kematian pasien intensif. metode ini menitikberatkan pada arti kematian dan keadaan kritis pasien bagi perawat. Sedangkan fenomena yang mendasarinya seringnya perawat diruang intensif terpapar dengan keadaan pasien yang kritis dan menghadapi kematian pasien, menjadi tekanan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dengan pendekatan fenomenologi diperoleh gambaran secara menyeluruh tentang perawat dalam menghadapi keadaan kritis dan kematian di ruang intensif. Melalui pendekatan ini juga, peneliti mampu memahami makna dari tindakan perawat dalam menghadapi keadaan kritis dan kematian di ruang intensif. 1. Partisipan Metode dengan fenomenologi memungkinkan peneliti menyeleksi karakteristik partisipan yang heterogen untuk lebih memperdalam pemahaman terhadap fenomena yang diteliti Afiyanti & Rachmawati, 2014; Creswell, 2014. Rekrutmen partisipan dilakukan dengan cara purposive sampling Creswell, 2014. Kreteria penelitian ini adalah a. Perawat di ruang intensif yang telah bekerja lebih dari 1 tahun b. Dapat menceritakan dengan lancar tentang pengalaman selama memberikan asuhan Keperawatan kepada pasien yang menghadapi kematian dan kritis diruang intensif. Streubert & Carpenter 1999 berpendapat kreteria ini penting dipenuhi oleh partisipan untuk tujuan penyampaian pengetahuan dan informasi tentang fenomena yang ada Afiyanti & Rachmawati, 2014 c. Menjadi perawat tetap di ruang intensif RSU. Dr. Moh. Saleh Probolinggo dan menyatakan kesediaanya untuk ikut terlibat dalam studi ini. 10 Focus penelitian kualitatif pada kedalaman dan proses, jumlah partisipan pada penelitian ini 3-15 partisipan sampai terkumpul data yang jenuh atau data yang telah tersaturasi. Semua partisipan dapat berperan serta dari awal pengambilan data sampai selesai penelitian dan tidak ada partisipan yang mengundurkan diri Creswell, 2014. Untuk memilih partisipan, peneliti dibantu oleh Kepala Ruangan Intensif. Kepala ruangan bertanggung jawab kepada para calon partisipan untuk menerangkan secara singkat tentang studi ini. Juga menanyakan tentang persetujuan mereka untuk ikut dalam studi ini. Kemudian kepala ruangan memberikan nama-nama calon partisipan dan menunjukan kepada peneliti. Setelah itu peneliti menjalin hubungan kedekatan dengan para calon partisipan dengan melakukan kunjungan di ruangan. Peneliti menerangkan secara terperinci tentang studi yang dilakukan dan meminta persetujuan mereka untuk ikut dalam studi ini termasuk izin merekam. Seluruh pernyataan partisipan dengan mendapatkan tanda tangan mereka pada lembar persetujuan mengikuti penelitian ini. Peneliti menjawab jika terdapat pertanyaan yang diajukan partisipan. Selanjutnya, para partisipan diminta peneliti untuk menentukan waktu dan tempat untuk melakukan wawancara sesuai dengan keinginan mereka dengan tujuan membuat mereka nyaman ketika menceritakan pengalaman-pengalaman mereka. 2. Proses Pengumpulan Data Data dari studi ini dikumpulakan melalui wawancara yang mendalam dengan partisipan. Wawancara formal tidak berstruktur digunakan sebagai metode utama pengumpulan data. Hal ini merupakan metode pengumpulan data yang sesuai dalam studi fenomenologi. Dengan pertanyaan-pertanyaan spesifik dari studi ini yang tidak berstruktur, peneliti dan para partisipan berada pada suatu diskusi yang tidak berstruktur dalam usaha untuk lebih memperjelas suatu arti dari suatu pengalaman Afiyanti & Rachmawati, 2014. Peneliti melakukan wawancara dengan tiap partisipan sebanyak dua kali. Peneliti membantu para partisipan dalam mendiskripsikan pengalaman-pengalaman mereka 11 tanpa memimpin diskusi tersebut. untuk meningkatkan akurasi pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik wawancara terbuka-tertutup, merekam wawancara, dan membuat transkrip verbatim kata demi kata. Sebagai tambahan, peneliti juga membuat catatan lapangan field notes. Sebelum melakukan wawancara, data demografi partisipan dikumpulkan. Informasi ini berguna untuk memberikan gambaran singkat tentang pastisipan. Selain itu juga, peneliti berusaha mensuppresi segala hal yang diketahui dan dialami tentang peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pasien kondisi kritis bracketing process. Wawancara pertama dirancang untuk mendapatkan berbagai perasaan dan pikiran partisipan berkaitan dengan pengalamannya dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan keadaan kritis atau menjelang kematian pasien di ruang intensif. Mula-mula partisipan diberikan kesempatan untuk mendiskripsikan pengalaman-pengalaman mereka tanpa instrupsi. Jika diperlukan, peneliti mengunakan pertanyaan-pertanyaan sesuai pedoman wawancara untuk membantu partisipan lebih memfokuskan aspek-aspek penting dari pengalamannya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibuat peneliti berpedoman pada berbagai literature yang ada, dan aspek penting untuk mendapatkan suatu pengalaman pribadi seseorang berhubungan dengan studi fenomenologi van manen, 1997 dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014. Wawancara ini memerlukan waktu sekitar 60-90 menit. Para pastisipan diwawancara secara pribadi dan semua wawancara akan direkam atas izin dari partisipan, lalu hasil wawancara tersebut dibuat dalam bentuk suatu transkrip wawancara yaitu dalam bentuk diskripsi tekstual untuk digunakan dalam analisis data. Selama wawancara peneliti juga membutuhkan untuk mengadopsi perilaku terbuka, berparsipasi, dan memiliki rasa empati kepada partisipan, tujuannya memperoleh berbagai pengetahuan yang nyata dari berbagai pengalaman partisipan dan dapat membantu memberikan bimbingan kepada partisipan dalam mendiskripsikan pengalamannya. Wawancara kedua dilakukan setelah semua data dari hasil wawancara pertama dibuat dalam suatu transkrip data dan peneliti telah mengidentifikasi kemungkinan berbagai tema sementara dari berbagai pengalaman yang didiskripsikan para 12 partisipan. Selama wawancara ini, partisipan diminta untuk mengkonfirmasi tema-tema yang sementara dihasilkan berhubungan dengan pengalaman mereka berdasarkan hasil interpretasi data yang dibuat peneliti, dan pada kesempatan ini pula peneliti dapat membuat perbaikan atau koreksi jika terdapat gap dari data yang diperoleh pada wawancara pertama. Sebagai tambahan, wawancara kedua juga penting dilakukan untuk memberikan kesempatan pada para partisipan melakukan verifikasi, memperluas dan menambahkan keakuratan data dari studi ini. Pada saat ini pula para partisipan dapat menambahkan deskripsi tentang berbagai pengalaman mereka setelah wawancara pertama. Wawancara kedua memerlukan waktu sekitar 60 menit dan dengan ijin partisipan, semua wawancara kedua direkam. Untuk kompilasi dan verifikasi data, peneliti mendengarkan hasil rekaman wawancara sambil membacakan hasil transkrip untuk keakuratan dan memberikan koreksi jika terdapat kesalahan. Langkah ini membantu peneliti untuk lebih mengenal diri peneliti sendiri dan memulai untuk menyenangi hasil data ynag telah diperoleh peneliti Streubert & Carperter, 1999 dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014. 3. Analisis Data Analisis data dilakukan setiap selesai mengumpulkan data dari satu partisipan. Hasil analisis dapat mengarahkan pada proses selanjutnya. Transkrip-transkrip dari hasil wawancara dan catatan-catatan lapangan field notes yang telah dibuat peneliti secara bersamaan dianalisis. Teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing the selective or highlighting approach yang telah di uraikan oleh seorang fenomenologis, Van Manen 1997, telah digunakan dalam analisis studi ini untuk mengungkap dan mengisolasikan berbagai aspek tematik dari fenomena-fenomena yang disoroti dalam studi ini. Teknik ini dimulai dengan mendengarkan bernagai diskripsi verbal partisipan dari hasil rekaman yang diperoleh dan diikuti dengan membaca tiap teks-teks tersebut secara berulang-ulang secara seksama. Setelah itu peneliti mencari, menentukan, dan menggarisbawahi pernyataan-pernyataan atau prase-prase yang signifikan, yang tampaknya menjadi essense-essense spesifik yang mengandung arti dalam mewakili deskripsi para partisipan dari pengalaman atau fenomena memberikan asuhan 13 keperawatan kritis diruang intensive. Kemudian peneliti menentukan hubungan tema-tema esensial di antara pernyataan-pernyataan yang signifikan dari pengalaman-pengalaman para partisipannya. Sebagai langkah terakhir, peneliti mempersiapkan tema-tema esensial yang merupakan suatu deskripsi paling terakhir dari fenomena yang terjadi an exhaustive description of the phenomenom yang menentukan deskripsi paling sempurna pengalaman-pengalaman para partisipan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien sekarat dan meghadapi kematian diruang intensif. Alur analisis data dengan teknik analisis spesifik dengan menggunakan pendekatan analisis selektif dan focusing The selective or highlighting approach dai vanManen 1997 dalam Afiyanti & Rachmawati, 2014. 14 DAFTAR PUSTAKA Adams, J. a., Bailey, D. E., Anderson, R. a., & Docherty, S. L. 2011. Nursing Roles and Strategies in End-of-Life Decision Making in Acute Care A Systematic Review of the Literature. Nursing Research and Practice, 2011, 1–15. doi Afiyanti, Y., & Rachmawati, I. N. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Keperawatan 1st ed.. Jakarta Rajawali Pers. Alligood, M. R. 2014. Nursing Theorists and Their Work 8th ed.. St. Louis, Missouri Mosby Elsevier Inc. Beckstrand, R. L., & Kirchhoff, K. T. 2005. PROVIDING END - OF -LIFE CARE TO PATIENTS Critical Care Nurse’ Perceived Obstacles and Supportive Behaviors. American Journal of Critical Care, 145, 395–403. Calvin, A. O., Lindy, C. M., & Clingon, S. L. 2009. The cardiovascular intensive care unit nurse’s experience with end-of-life care a qualitative descriptive study. Intensive & Critical Care Nursing The Official Journal of the British Association of Critical Care Nurses, 254, 214–20. doi Elpern, E. H., Covert, B., & Kleinpell, R. 2005. MORAL DISTRESS OF STAFF NURSES IN A MEDICAL INTENSIVE CARE UNIT. American Journal of Critical Care, 146, 523. Espinosa, L., Young, A., Symes, L., Haile, B., & Walsh, T. 2010. ICU Nurses ’ Experiences in Providing Terminal Care. Critical Care Nurs Q, 333, 273–281. Heyland, D. K., Rocker, G. M., O’Callaghan, C. J., Dodek, P. M., & Cook, D. J. 2003. Dying in the ICU Perspectives of family members. Chest, 1241, 392. Kirchhoff, K. T., Spuhler, V., Walker, L., Hutton, A., Cole, B. V., & Clemmer, T. 2000. Intensive care nurses ’ experiences with end-of-life care. American Journal of Critical Care, 91, 36. Kirchhoff, K. T., Walker, L., Hutton, A., Spuhler, V., Cole, B. V., & Clemmer, T. 2002. The vortex Families ’ experiences with death in the intensive care unit. American Journal of Critical Care, 11May, 200. Lind, R., Lorem, G. F., Nortvedt, P., & Hevroy, O. 2012. Intensive care nurses’ involvement in the end-of-life process - perspectives of relatives. Nursing Ethics, 195, 666–676. doi 15 Naidoo, V., & MN, S. 2014. Experiences of Critical Care Nurses of Death and Dying in an Intensive Care Unit A Phenomenological Study. Journal of Nursing & Care, 0304. doi Sibbald, R., Downar, J., & Hawryluck, L. 2007. Perception of “futile care” Among Caregiver in Intensive Care Unit. Canadian Medical Association, 17710, 1–9. Smith, R. 2000. A good death. British Medical Jurnal, 320, 129. Stevens, E., Jackson, S., & Milligan, S. 2009. Paliative Nursing; Across the Spectrum of Care first.. Blackwell Publishing Ltd. Whiteley, S. M., Bodenham, A., & Bellamy, M. C. 2010. Intensive Care 3rd ed.. elsevier limited. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this this article, we report findings from a qualitative study that explored how the relatives of intensive care unit patients experienced the nurses' role and relationship with them in the end-of-life decision-making processes. In all, 27 relatives of 21 deceased patients were interviewed about their experiences in this challenging ethical issue. The findings reveal that despite bedside experiences of care, compassion and comfort, the nurses were perceived as vague and evasive in their communication, and the relatives missed a long-term perspective in the dialogue. Few experienced that nurses participated in meetings with doctors and relatives. The ethical consequences imply increased loneliness and uncertainty, and the experience that the relatives themselves have the responsibility of obtaining information and understanding their role in the decision-making process. The relatives therefore felt that the nurses could have been more involved in the objective of this paper is to analyze the literature concerning nurses' roles and strategies in EOL decision making in acute care environments, synthesize the findings, and identify implications for future research. We conducted searches in CINAHL and PubMed, using a broad range of terms. The 44 articles retained for review had quantitative and qualitative designs and represented ten countries. These articles were entered into a matrix to facilitate examining patterns, themes, and relationships across studies. Three nursing roles emerged from the synthesis of the literature information broker, supporter, and advocate, each with a set of strategies nurses use to enact the roles. Empirical evidence linking these nursing roles and strategies to patients and family members outcomes is lacking. Understanding how these strategies and activities are effective in helping patients and families make EOL decisions is an area for future research. Renea L BeckstrandKarin T KirchhoffCritical care nurses care for dying patients daily. The process of dying in an intensive care unit is complicated, and research on specific obstacles that impede delivery of end-of-life care and/or supportive behaviors that help in delivery of end-of-life care is limited. To measure critical care nurses' perceptions of the intensity and frequency of occurrence of 1 obstacles to providing end-of-life care and 2 supportive behaviors that help in providing end-of-life care in the intensive care unit. An experimental, posttest-only, control-group design was used. A national, geographically dispersed, random sample of members of the American Association of Critical-Care Nurses was surveyed. The response rate was 864 usable responses from 1409 eligible respondents. The highest scoring obstacles were frequent telephone calls from patients' family members for information, patients' families who did not understand the term lifesaving measures, and physicians disagreeing about the direction of a dying patient's care. The highest scoring supportive behaviors were allowing patients' family members adequate time alone with patients after death, providing peaceful and dignified bedside scenes after death, and teaching patients' families how to act around a dying patient. The biggest obstacles to appropriate end-of-life care in the intensive care unit are behaviors of patients' families that remove nurses from caring for patients, behaviors that prolong patients' suffering or cause patients pain, and physicians' disagreement about the plan of StevensS. JacksonS. MilliganPalliative Nursing is an evidence-based practical guide for nurses working in areas of practice where general palliative care is provided. This may be in hospitals, nursing homes, dementia units, the community and any other clinical areas which are not classified as specialist palliative care. This book first explores the history and ethos of palliative care, and then looks at palliative nursing across various care settings. It then looks at palliative nursing care for people with specific illnesses, including heart failure, dementia, chronic obstructive pulmonary disease, cancer, and neurological conditions. Palliative care for children and young people is discussed, and then the book finally looks at education and research in palliative nursing. Palliative Nursing will be essential reading for all nurses working with palliative care patients in a non specialist role, in hospitals, primary care and nursing homes, as well as nursing students. SPECIAL FEATURES. Explores the palliative nursing issues related to specific diseases groups. Written in the context of the new national tools, the end of life initiative, preferred place of care, Liverpool care pathway and Gold standards framework. Each chapter includes practice points and cases to allow the practitioner to undertake guided reflection to improve practice. Written by nurses for nurses. Provides guidance for nurses working in all four countries of the least 1 in 5 Americans die while using intensive care service-a number that is expected to increase as society ages. Many of these deaths involve withholding or withdrawing life-sustaining therapies. In these situations, the role of intensive care nurses shifts from providing aggressive care to end-of-life care. While hospice and palliative care nurses typically receive specialized support to cope with death and dying, intensive care nurses usually do not receive this support. Understanding the experiences of intensive care nurses in providing care at the end of life is an important first step to improving terminal care in the intensive care unit ICU. This phenomenological research study explores the experiences of intensive care nurses who provide terminal care in the ICU. The sample consisted of 18 registered nurses delivering terminal care in an ICU that participated in individual interviews and focus groups. Colaizzi's steps for data analysis were used to identify themes within the context of nursing. Three major themes consisted of 1 barriers to optimal care, 2 internal conflict, and 3 coping. Providing terminal care creates significant personal and professional struggles among ICU nurses. Amy O CalvinCheryl M LindyStefanie L ClingonNurses in the cardiovascular intensive care unit CVICU informally expressed moral angst when caring for patients who are approaching the end of life. The purpose of this study was to better understand CVICU nurses' perceptions about their roles and responsibilities in the decision-making process about change in intensity of care and end-of-life care for patients within the CVICU setting. Nineteen nurses from one CVICU consented to being interviewed individually regarding their experiences caring for patients approaching the end of life, and specifically regarding the initiation of a change in code status. Investigators used a qualitative descriptive approach to collect and analyse the data. Transcript data were analysed and as concepts emerged they were compared with those from earlier interviews to establish similarities and differences. Investigators reached consensus about the major themes. Analysis revealed four major themes a exhausting patient treatments; b promoting family presence; c acknowledging physician authority; and d walking a fine line. This research adds to the limited body of knowledge concerning CVICU nurses' experiences with end-of-life care. Results of this study provide a basis for putting in place support systems for CVICU T KirchhoffVicki J. SpuhlerL Walker Terry ClemmerWith much attention being focused on how patients die and whether or not they are provided appropriate care, the care of dying patients in intensive care units must be described and improved. To describe end-of-life care in intensive care units as perceived by critical care nurses who have taken care of dying patients. A semistructured interview guide was developed and revised after pretesting in a focus group of faculty clinicians with extensive, recent experience in intensive care. Four focus groups were held with randomly selected nurses from 4 intensive care units in 2 hospitals; participants had 2 years or more of experience and were working half-time or more. Tapes from each focus group were transcribed and reviewed by the investigators before the subsequent group met. Category labels were developed, and topics and themes were determined. "Good" end-of-life care in the intensive care unit was described as ensuring that the patient is as pain-free as possible and that the patient's comfort and dignity are maintained. Involvement of the patient's family is crucial. A clear, accurate prognosis and continuity of care also are important. Switching from curative care to comfort care is awkward. Disagreement among patients' family members or among caregivers, uncertainty about prognosis, and communication problems further complicate end-of-life care in intensive care units. Changes in the physical environment, education about end-of-life care, staff support, and better communication would improve care of dying patients and their T KirchhoffLee WalkerAnn Hutton Terry ClemmerLack of communication from healthcare providers contributes to the anxiety and distress reported by patients' families after a patient's death in the intensive care unit. To obtain a detailed picture of the experiences offamily members during the hospitalization and death of a loved one in the intensive care unit. A qualitative study with 4 focus groups was used. All eligible family members from 8 intensive care units were contacted by telephone; 8 members agreed to participate. The experiences of the family members resembled a vortex a downward spiral of prognoses, difficult decisions, feelings of inadequacy, and eventual loss despite the members' best efforts, and perhaps no good-byes. Communication, or its lack, was a consistent theme. The participants relied on nurses to keep informed about the patients' condition and reactions. Although some participants were satisfied with this information, they wishedfor more detailed explanations ofprocedures and consequences. Those family members who thought that the best possible outcome had been achieved had had a physician available to them, options for treatment presented and discussed, andfamily decisions honored. Uncertainty about the prognosis of the patient, decisions that families make before a terminal condition, what to expect during dying, and the extent of a patient s suffering pervade families' end-of-life experiences in the intensive care unit. Families' information about the patient is often lacking or inadequate. The best antidote for families' uncertainty is effective K HeylandGraeme RockerChristopher J O'CallaghanDeborah CookTo describe the perspectives of family members to the care provided to critically ill patients who died in the ICU. Multicenter, prospective, observational study. Six university-affiliated ICUs across Canada. Patients who received mechanical ventilation for > 48 h and who died in the ICU were eligible for this study. Three to four weeks after the patient's death, we mailed a validated questionnaire to one selected family member who made at least one visit to the patient in the ICU. We obtained self-rated levels of satisfaction with key aspects of end-of-life care, communication, and decision making, and the overall ICU experience. Main results Questionnaires were mailed to 413 family members; 256 completed surveys were returned response rate, In the final hours before the death of the patient, family members reported that patients were "totally comfortable" "very comfortable" or "mostly comfortable" Family members felt "very supported" and "supported" by the health-care team. Most believed that the patient's life was neither prolonged nor shortened unnecessarily. Most family members preferred some form of shared decision making. Overall, 52% of families rated their satisfaction with care as "excellent," 31% rated care as "very good," 10% as "good," 4% as "fair," and 2% as "poor." Overall satisfaction with end-of-life care was significantly associated with completeness of information received by the family member, respect and compassion shown to patient and family member, and satisfaction with amount or level of health care received. The majority of families of patients who died in participating ICUs were satisfied with the end-of-life care provided. Adequate communication, good decision making, and respect and compassion shown to both the dying patient and their family are key determinants to family satisfaction.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1778 tahun 2010, ICU atau Intensive Care Unit merupakan salah satu instalasi rawat di rumah sakit yang khusus menangani kasus penyakit atau cedera yang mengancam nyawa ataupun memerlukan pemantauan buku Anestesiologi dan Terapi Intensif yang diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia PERDATIN, ICU pada awalnya dirancang sebagai sarana rawat singgah bagi pasien pascaoperasi. Barulah pada pertengahan abad ke-20, ICU mulai dimanfaatkan untuk merawat pasien yang sama-sama termasuk instalasi rawat, tetapi ICU memiliki beberapa kekhususan dibanding ruang rawat inap di rumah sakit. Mau tahu apa sajakah yang membuat ruang ICU lebih istimewa? Teruskan membaca tulisan berikut dan temukan jawabannya, Peralatan yang lebih lengkapilustrasi pemasangan pipa endotrakeal menunjang perawatan yang intens, ICU wajib memiliki beberapa peralatan dasar yang spesifik. Masih mengacu dari aturan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 519 tahun 2011, beberapa alat yang harus dimiliki oleh ICU antara lain alat ventilasi mekanis, peralatan monitor jantung-paru, pipa sambungan pembuluh darah kateter vena, dan pompa peralatan yang lebih canggih, ICU dapat melakukan beberapa tindakan yang sulit dilakukan ruang rawat biasa. Contoh tindakan yang spesifik dikerjakan di ICU, menurut Kepmenkes nomor 1778 tahun 2010, antara lain Pengaturan dosis tetesan obat dalam infus secara berkala titrasi. Pemberian oksigen dengan volume dan tekanan udara yang terukur. Pemasangan akses pembuluh darah sentral. Pemantauan irama jantung secara berkala. 2. Kondisi ruangan dikontrol secara akuratKontrol lingkungan fisik di ICU bisa mendukung kualitas tidur dan metabolisme tubuh yang optimal. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Intensive Care Unit di Rumah Sakit dari Kementerian Kesehatan RI, ruangan ICU harus memiliki pendingin ruangan yang diatur sedemikian ICU harus memiliki rentang suhu antara 22–25 derajat celsius dan kelembapan antara 50–70 persen. Ruangan ICU juga harus mampu meredam bising dari telaah sistematis dalam Patient Experience Journal pada tahun 2017 mencoba mendeskripsikan perasaan pasien selama dirawat di ICU. Hasilnya, sebagian pasien menggambarkan ICU sebagai ruangan yang sangat dingin dengan suasana cukup mencekam karena dipenuhi suara mesin monitor. Mereka bahkan bisa mendengar suara derap kaki para tenaga kesehatan yang sibuk bekerja di laporan berjudul "Intensive care unit environment" dalam jurnal Continuing Education in Anaesthesia Critical Care & Pain tahun 2009, pengaturan suhu dan kelembapan seperti itu terbukti membuat tidur pasien lebih nyenyak. Suhu ideal dalam ICU juga bisa mempertahankan panas tubuh dan laju metabolisme tubuh yang optimal. Baca Juga Gamma Knife, Operasi Tumor Otak Tanpa Pisau Bedah 3. Pemantauan pasien yang lebih ketatMonitor ICU harus selalu menyala mengingat kondisi pasien di ICU bisa berubah sepanjang waktu. TolchinskiyBuku Anestesiologi dan Terapi Intensif PERDATIN edisi pertama menyarankan kapasitas tempat tidur di ICU yang ideal adalah 10 persen dari total kapasitas rumah sakit. Teorinya, satu tim penanganan di ICU sebaiknya tidak merawat lebih dari 12 pasien dalam waktu biasanya menerima pasien-pasien yang kondisinya bisa memburuk dalam hitungan menit, bahkan detik. Beberapa dosis obat-obatan yang digunakan juga harus selalu dimodifikasi sesuai kondisi pasien. Maka dari itu, pemantauan pasien pun perlu dilakukan lebih ini dikonfirmasi dari cerita pasien ICU langsung dalam Patient Experience Journal. Seorang pasien ikut merasakan sendiri bagaimana rasa cemas ketika tekanan darah pasien di sampingnya yang menurun dalam waktu singkat. Ia juga merasa dokter dan perawat di sana lebih sering berkeliling untuk memantau serta merawat pasien-pasien Tenaga kesehatan dengan kualifikasi khususTenaga kesehatan di ICU harus sudah terlatih. MelendezMengutip buku Anestesiologi dan Terapi Intensif, tim tenaga kesehatan yang bertugas di ICU sebaiknya telah memiliki pengalaman atau pelatihan khusus terkait pemberian terapi intensif. Jabatan kepala ICU juga biasanya dipegang oleh dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif, atau dokter lain yang berpengalaman dalam bidang perawatan laporan dalam American Psychologist Journal tahun 2019 mengatakan bahwa tenaga kesehatan di ICU juga memiliki kondisi mental yang memadai untuk bekerja di bawah tekanan. Lingkungan ICU sangat erat dengan suara monitor, luas ruangan yang terbatas, dan peralatan berukuran besar. Belum lagi mereka harus sering berhadapan dengan kejadian pasien sekarat hingga meninggal Pilihan obat-obatan yang khususDosis infus obat harus dipantau secara berkala. ProductionsTerdapat beberapa obat yang hanya bisa digunakan dalam setting ICU. Contohnya adalah obat pelumpuh otot seperti midazolam dan propofol. Dalam konsensus Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus terbitan Ikatan Dokter Anak Indonesia IDAI, pemberian infus midazolam atau propofol digunakan di ICU bagi pasien yang terus-menerus mengalami kejang selama lebih dari 30 lain yang biasa dipakai di ICU adalah obat topangan jantung seperti dobutamin dan dopamin. Mengacu pada tulisan di London Health Sciences Centre tahun 2014, obat-obatan ini harus dipantau secara ketat karena memiliki efek samping yang berat. Dengan alasan tersebut, obat-obatan ini sebaiknya tidak diberikan di ruang perawatan Biaya perawatan yang lebih tinggiPerawatan di ICU tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. segala obat-obatan serta peralatan dan pelayanan yang dimiliki, pengelolaan ICU tampaknya membutuhkan biaya yang lebih dibandingkan ruang rawat biasa. Terbukti berdasarkan data Critical Care Research and Practice tahun 2018, biaya perawatan pasien ICU di Kanada umumnya tiga kali lebih besar daripada biaya perawatan pasien dengan di Indonesia? Ternyata hasilnya tidak jauh berbeda. Jurnal elektronik Universitas Muhammadiyah Semarang berusaha menganalisis biaya perawatan pasien rawat inap di dua rumah sakit berbeda. Hasilnya, perawatan di ICU memang membutuhkan dana lebih besar. Biaya ini sebanding dengan peralatan yang lebih canggih dan beban kerja sumber daya manusia yang lebih ada orang yang ingin sakit, apalagi sampai harus menjalani perawatan di ICU atau dirawat inap. Semoga tulisan ini bisa membuka wawasanmu tentang suasana ruang ICU yang sesungguhnya, sekaligus membuatmu lebih bersyukur karena masih memiliki kondisi tubuh yang sehat. Baca Juga E-Medical Record, Teknologi yang Perlu Dimiliki Tiap Rumah Sakit IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
VIVA – Orang yang tidak disuntik vaksin 16 kali lebih berpeluang dirawat di ruang ICU atau meninggal karena COVID-19, menurut laporan negara bagian New South Wales NSW, Australia. Otoritas setempat mendesak warga untuk mendapatkan vaksin saat Australia mulai hidup berdampingan dengan virus departemen kesehatan NSW, menunjukkan hanya 11 persen dari 412 orang yang meninggal dalam wabah varian Delta selama empat bulan hingga Oktober sudah mendapatkan vaksinasi lengkap. Usia rata-rata yang meninggal adalah 82 sekitar 3 persen dari pasien ICU yang sudah divaksin lengkap, sementara lebih dari 63 persen dari kasus yang terdeteksi antara 16 Juni-7 Oktober tidak divaksin."Orang muda yang menerima dua dosis vaksin mengalami tingkat infeksi yang lebih rendah dan hampir tidak mengalami penyakit serius, sementara mereka yang tidak menerima vaksin pada kelompok usia ini berisiko lebih besar terpapar COVID-19 dan membutuhkan rawat inap," kata pejabat kesehatan NSW Kerry Chant lewat pernyataan, Selasa 9 November pada laporan tersebut sesuai dengan data dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS CDC yang pada September lalu mengatakan bahwa orang yang tidak divaksin 11 kali lebih berpotensi meninggal karena COVID-19 dibanding mereka yang divaksin sebagian besar masih bebas dari virus corona tahun ini sampai wabah varian Delta sangat menular muncul sejak Juni dan menyebabkan penguncian selama berbulan-bulan di Sydney, Melbourne dan ibu kota yang dilanda pandemi telah melonggarkan pembatasan ketat setelah target vaksinasi mencapai lebih dari 70 dan 80 vaksinasi di NSW tampaknya lebih stabil setelah dosis pertama diterima oleh hampir 94 persen penduduk yang berusia di atas 16 lebih dari total kematian di Australia dan sekitar 87 persen dari hampir infeksi selama pandemi disebabkan oleh varian tingkat kematian kini lebih rendah dibanding tahun lalu berkat peningkatan vaksinasi COVID-19 sejak Juli. Ant/Antara
kematian di ruang icu